RAKYAT ACEH | TAKENGON – Penanganan terkait dugaan kartu kredit bodong yang dilakukan secara bersama guna membobol Bank kebanggaan masyarakat Gayo (BPRS), nampaknya akan menjadi atensi aparat penegak hukum di jajaran Polda Aceh.
Keyakinan hal itu terjadi (kuat) dengan beredarnya surat tanda pelaporan ke pihak aparat penegak hukum.
Laporan pengaduan berawal dari seorang pegawai Bank BPRS Gayo melaporkan bukti transfer nilai uang sebesar Rp.700 juta ke salah satu pegawai lainya bernama SKR.
Diduga nilai uang atas dugaan pembobolan Bank Gayo itu besaran senilai Rp.40 Milliar.
Ini semua memang masih dugaan. Salah seorang pegawai Bank Gayo, Andika Putra membenarkan dirinya yang membuat laporan tertanggal, 25 April 2024 bertempat di Mapolda Aceh.
“Ya saya yang melaporkan,” kata Andika saat dikonfirmasi beberapa pekan lalu.
Seterusnya Andika sendiri sejauh ini melakukan “aksi tutup” mulut saat dikonfirmasi wartawan, begitu juga Pimpinan Utama BPRS, Aedy Yansyah.
Diduga untuk melakukan pembobolan Bank Gayo para pihak melakukan manipulasi data KTP dan tandatangan beberapa pihak, termasuk pembuat Akta. Salah satu pengelola Antanotaris yang namanya enggan ditulis mengatakan, pihaknya telah memberhentikan satu pegawai yang bekerja.
“Saya sudah berhentikan satu pegawai saya. Dia diduga kuat melakukan manipulasi tandatangan saya selaku pimpinan notaris,” ucap pimpinan notaris yang beralamat dijalan Yos Sudarso, Takengon.
“Saya juga pasti terseret-seret dalam hal ini. Setelah saya periksa benar ada akta yang memanipulasi data dan tandatangan saya,” ucapnya kesal.
Kasus dugaan kredit macet dan pembobolan Bank ini terus bergulir. Namun sangat disayangkan, pihak komisaris utama sampai saat ini belum memberikan keterangan langsung, bagaimana nasib para nasabah yang menabung di BPRS dengan nilai uang ratusan juta bahkan ada yang milliaran.
Sejauh ini para nasabah hanya diberikan nilai penarikan senilai, Rp.500 ribu itupun harus menunggu antrian panjang di kantor BPRS yang berada ditengah Kota Takengon.
“Saya sangat kecewa dengan pihak bank BPRS, harusnya mereka melayani kami dengan penuh hati. Karena uang kami disitu. Sekarang bagaimana nasib kami, bagaimana uang kami apakah akan kembali,” tanya Neri, salah seorang nasabah dengan air mata berlinang.
Pihak nasabah sejauh ini masih bersabar menunggu jawaban pasti dari Komisaris Utama Badan Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
“Kami menunggu jawaban pasti dari peristiwa ini. Mereka harus bertangungjawab,” kata nasabah lainnya yang namanya enggan disebut. (jur/hra)