class="post-template-default single single-post postid-127096 single-format-standard wp-custom-logo" >

Menu

Mode Gelap
Pj Bupati Aceh Besar Dampingi Fadli Zon Saat Kuliah Umum di ISBI Aceh Warga Desak Pj Bupati Bireuen Ganti Camat Pandrah Korban Tewas Akibat Kebakaran di Los Angeles Bertambah Jadi 24 Orang Pj Bupati Pidie Buka Diklat Paralegal YARA-FH Unigha Khabib Nurmagomedov Diusir dari pesawat Frontier Airlines

KHAZANAH · 24 Nov 2024 10:19 WIB ·

Kolaborasi Jadi Kunci Cegah Ujaran Kebencian di Pilkada Aceh 2024


 Kolaborasi Jadi Kunci Cegah Ujaran Kebencian di Pilkada Aceh 2024 Perbesar

RAKYAT ACEH | BANDA ACEH – Kolaborasi antara media hingga organisasi masyarakat sipil menjadi strategi kunci untuk mencegah ujaran kebencian dalam Pilkada Aceh 2024.

Hal ini mengemuka dalam diskusi terpumpun yang berlangsung di kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Sabtu (23/11/2024) pagi.

Diskusi bertema Mencegah Ujaran Kebencian di Pilkada Aceh 2024 tersebut menghadirkan pemantik diskusi Azharul Husna (Koordinator KontraS Aceh) dan Rahmat Fajri (Ketua Divisi Advokasi AJI Banda Aceh). Acara dipandu Muhammad Nasir.

Diskusi ini kegiatan lanjutan dari Koalisi Kawai Haba Demokrasi Aceh yang dibentuk pada 3 Agustus 2024.

Koalisi melibatkan penyelenggara Pilkada, organisasi masyarakat sipil, pekerja dan pemilik media, komunitas keagamaan hingga pemuda untuk melawan gangguan informasi Pilkada di Aceh.

Rahmat Fajri dalam paparannya menyoroti perbedaan signifikan antara Pilkada sekarang dengan sebelumnya. Menurutnya, dulu penyebaran informasi yang mengarah ke ujaran kebencian tidak sistematis.

“Sedangkan sekarang lebih sistematis karena dikonsep sedemikian rupa,” katanya.

Rahmat menjelaskan bahwa penyebaran informasi menjadi sistematis karena ada tim dalam kontestasi yang menyajikan informasi yang sudah jadi kepada media, seperti dalam bentuk siaran pers. Hal ini berbeda dengan sebelumnya ketika media mencari dan menggali informasi sendiri.

“Media hari ini menjadi corong bagi pasangan calon untuk menciptakan ujaran kebencian karena menelan mentah-mentah apa yang dibahasakan dalam siaran pers oleh pasangan calon tertentu,” kata Rahmat.

Di sisi lain, ia juga menyoroti pemilik media yang terafiliasi dengan kandidat tertentu. “Jurnalis juga menjadi korban ketika pemilik medianya berafiliasi dengan politik, dan medianya digunakan untuk kepentingan politik,” ujarnya.

Sementara itu, Azharul Husna menuturkan bahwa disinformasi telah menjadi ancaman serius di era digital. Di Aceh, isu-isu sensitif seperti agama, pengungsi Rohingya, dan berita kekerasan sering dimanipulasi untuk kepentingan politik.

“Perlu adanya narasi tandingan dan edukasi kepada masyarakat untuk mencegah ujaran kebencian. Kolaborasi seperti yang kita lakukan hari ini sangat penting. Kita perlu mendorong kerja sama antara organisasi profesi, media, LSM, dan akademisi. Sebab, mencegah ujaran kebencian adalah tanggung jawab kolektif,” katanya.

Hasil pemantauan bersama AJI Indonesia dan Monash University, di Pilkada Aceh sejauh ini sudah menemukan sejumlah ujaran kebencian di platform Twitter (X) dan TikTok. “Ujaran kebencian ini menargetkan suku, etnis, gender, dan agama, dengan hinaan sebagai bentuk yang paling dominan,” kata Reza Munawir, Ketua AJI Banda Aceh. Pemantauan ini masih berlangsung.

Reza juga berharap media massa dapat memperjelas antara konten berbayar dan produk jurnalistik sehingga tidak menimbulkan salah persepsi di publik. “Publik juga harus jeli dalam mencerna informasi, salah satunya dengan mencari sumber pembanding,” katanya.

Sementara itu, Alfian, Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mengungkapkan keprihatinannya terhadap minimnya peran tokoh masyarakat dalam mencegah ujaran kebencian. “Saat ini tidak ada pimpinan partai politik atau calon kepala daerah yang mengimbau untuk mencegah ujaran kebencian. Bahkan ada tokoh spiritual yang justru memaki-maki,” tuturnya.

Terkait independensi media massa di Pilkada Aceh, Alfian menyebut masalah afiliasi pemilik modal dengan kandidat tertentu itu bukan hanya di Aceh, tapi juga terjadi di luar negeri.

“Di Aceh yang berafiliasi dengan kandidat di Pilkada itu pemilik modal, teman-teman pekerja media yang muda dan sedang bersemangat justru dimanfaatkan. Beberapa media sangat vulgar dalam menulis, ini tidak sehat untuk media tersebut secara etika pers,” katanya. (ril/hra)

Artikel ini telah dibaca 20 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

Pj Bupati Aceh Besar Dampingi Fadli Zon Saat Kuliah Umum di ISBI Aceh

13 January 2025 - 19:58 WIB

Muscab IV PTGMI Aceh Jaya: Perkuat Solidaritas Demi Indonesia Bebas Karies 2030

13 January 2025 - 18:50 WIB

Diduga, Ribuan Tenaga Non ASN Pemerintah Aceh Akan Lakukan Demo

13 January 2025 - 09:56 WIB

Iphone Harga Mahal Tapi Tetap Laris Manis

12 January 2025 - 15:35 WIB

Pj Bupati Aceh Besar Hadiri Muswil III DMI Aceh

11 January 2025 - 14:53 WIB

DPC PPP Banda Aceh Adakan Donor Darah dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis

11 January 2025 - 14:47 WIB

Trending di METROPOLIS