BANDA ACEH – Tim Panitia Seleksi (Pansel) Kepala Badan Pengelolaan Minyak dan Gas Aceh (BPMA) telah menetapkan enam nama yang lolos hasil tes psikometri dan wawancara. Nama-nama tersebut adalah Nizar Saputra, Nasri, Muhammad Najib, Said Malawi, Herry Darmansyah, dan Teuku Mohammad Faisal.
Namun, penetapan ini memicu berbagai kritik, terutama terkait transparansi proses seleksi. Pengamat sosial, politik, dan pembangunan dari Universitas Abulyatama (Unaya), Dr. Usman Lamreung, M.Si., menilai bahwa dari keenam nama yang diumumkan, hanya Teuku Muhammad Faisal dan Muhammad Najib yang memiliki profil jelas di bidang minyak dan gas bumi.
Hal ini sesuai dengan rekomendasi Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, pada tahun 2019. Sementara itu, empat profil nama lainnya tidak diungkapkan secara detail ke publik, sehingga menimbulkan kecurigaan adanya informasi yang sengaja disembunyikan oleh Pansel.
“Pernyataan Juru Bicara Pansel, Dr. Rustam Effendi, yang mengharapkan dukungan masyarakat terhadap kerja BPMA, justru memicu tanggapan kritis. Masyarakat Aceh menilai proses seleksi ini tergesa-gesa karena pendaftaran hanya dibuka selama satu minggu. Selain itu, tidak ada transparansi mengenai profil lengkap setiap calon yang lolos pada setiap tahapan seleksi. Kritik ini mencerminkan kekhawatiran masyarakat terhadap kredibilitas Kepala BPMA yang akan dipilih,” ujar Usman.
Bukan hanya itu, menurut Usman, proses seleksi ini juga dianggap tidak menghormati kedudukan Gubernur definitif Aceh yang dijadwalkan dilantik pada 7 Februari 2025. Padahal, Kepala BPMA akan menjadi mitra kerja utama sekaligus bawahan langsung Gubernur definitif selama lima tahun ke depan.
Selain kritik terhadap transparansi, tersingkirnya dua deputi BPMA yang turut mengikuti seleksi, Eddy Kurniawan dan Muhammad Mulyawan, juga menjadi sorotan. Keduanya memiliki rekam jejak yang jelas dan dinilai memenuhi kualifikasi untuk posisi Kepala BPMA. Keputusan ini memunculkan tanda tanya besar: apakah ada faktor non-teknis yang memengaruhi hasil seleksi?
“Hal ini semakin memperkuat spekulasi publik mengenai adanya kandidat “putra mahkota” yang diproyeksikan oleh Pj Gubernur Aceh untuk diajukan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Jika dugaan ini benar, maka proses seleksi berpotensi mencederai prinsip meritokrasi dan kepercayaan masyarakat terhadap BPMA sebagai institusi strategis pengelolaan minyak dan gas bumi di Aceh,” ungkapnya.
Di tengah kritik dan spekulasi, masyarakat Aceh berharap Kepala BPMA yang terpilih nanti benar-benar memiliki kompetensi, transparansi, dan integritas untuk mengelola sumber daya alam Aceh secara profesional. Proses seleksi yang lebih terbuka dan inklusif sangat dibutuhkan untuk memastikan legitimasi pemimpin BPMA di masa depan. (drh)