“PT Kallista Alam telah dibuktikan bersalah berdasarkan undang-undang, pidana, dan perdata oleh majelis hakim dan Mahkamah Agung. Apa yang terjadi di negara-negara yang bisa membawa putusan Mahkamah Agung, ini sangat tidak masuk akal ”
Farwiza Farhan, Ketua Yayasan HAkA
BANDA ACEH (RA) – PT Kallista Alam, pelaku pembakaran 1,000 hektar lahan gambut Tripa yang telah dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung, kini diberikan pengampunan Pengadilan Negeri Meulaboh, keputusan itu dikecam pengamat lokal dan internasional.
Sejumlah tokoh, yang bertindak selaku Amicus Curiae (Friends of the Court) menyerahkan surat yang berisikan pendapat mereka untuk perkara banding antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melawan PT. Kallista Alam (PT KA) ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh, Rabu (3/10).
Amicus Curiae (Friends of the Court), atau Sahabat Pengadilan, merupakan dokumen berbentuk opini atau pendapat hukum yang dipersiapkan pihak berkepentingan atau peduli terhadap isu atau kasus tersebut.
Sejumlah tokoh yang mempersiapkan dokumen tersebut Prof. Emil Salim, Prof. Drs. H. Yusny Saby, MA. Ph.D, Prof. Dr. Ir. Ahmad Humam Hamid, MA, Prof. Dr. Syahrizal Abbas, MA., Prof. Dr. Mahidin, ST, MT, Mawardi Ismail, SH., M.Hum, Suraiya Kamaruzzaman, ST, LL.M.MT, Syarifah Rahmatillah, Farwiza Farhan, Nasir Nurdin, Ir. T. M. Zulfikar. MP.
Perkara pengadilan yang terkait dengan Amicus Curiae tersebut, kasus pembakaran 1,000 hektar lahan gambut Rawa Tripa, dimana PT KA telah dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung pada Putusan Mahkamah Agung 651 K/pdt/2015 dengan hukuman membayar ganti kerugian materiil sebesar Rp114 miliar.
Berikutnya melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup dengan biaya Rp251 miliar.
Anehnya, putusan MA tersebut tidak pernah dieksekusi. Sebaliknya, PT KA malah menggugat KLHK dengan perkaran No. 16/Pdt.G/2017/Pn.Mbo, April 2018 lalu Pengadilan Negeri Meulaboh memutuskan untuk membebaskan PT. Kallista Alam dari hukuman tersebut.
“PT Kallista Alam telah dibuktikan bersalah berdasarkan undang-undang administrasi, pidana, dan perdata oleh majelis pengadilan dan Mahkamah Agung. Bila suatu pengadilan negeri bisa menentang putusan Mahkamah Agung, ini sangat tidak masuk akal.” ujar Farwiza Farhan, Ketua Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), yang juga menjadi saksi fakta dalam sidang melawan PT KA pada kasus sebelumnya.
Tokoh-tokoh tersebut juga sangat mengkhawatirkan perkara yang sangat merugikan masyarakat Aceh ini. Masyarakat Aceh sangat bergantung dengan keutuhan Rawa Gambut Tripa karena sumber air dan peran pentingnya dalam penyerapan karbon untuk mitigasi perubahan iklim.
“Kami harapkan pendapat, informasi dan masukan yang kami sampaikan melalui Amicus Curiae ini mendapat pertimbangan dari Majelis Hakim demi penegakan keadilan dan kesejahteraan masyarakat Aceh.” ujar Mawardi Ismail, SH., M.Hum.
Saat ini, KLHK telah mengajukan banding atas perkara tersebut ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh, tetapi belum ada kabar terkait putusan di Pengadilan Tinggi Banda Aceh. (min)