Harianrakyataceh.com – Ada perbedaan sikap jajaran pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan revisi UU 30/2002 yang disahkan dalam rapat Paripurna DPR RI.
Sambutan positif diutarakan oleh Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan.
“Kalau sudah disahkan, sudah Paripurna, kita ikut,” kata Basaria saat dikonfirmasi, Selasa (17/9).
Namun demikian, hal berbeda justru diungkapkan Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif yang menilai revisi tersebut berpotensi melemahkan penindakan kasus korupsi. Laode mengaku telah menerima informasi isi revisi dari pihak lain lantaran KPK tak diikutkan dalam pembahasan di DPR.
“Jika dokumen yang kami terima via ‘hamba Allah’, banyak sekali norma-norma Pasal yang melemahkan penindakan di KPK,” kata Laode.
Dijelaskan Laode, beberapa poin dalam revisi UU KPK yang telah disahkan itu banyak perubahan drastis dalam tubuh lembaga antirasuah. Mulai dari peran seorang komisioner KPK yang tak lagi sebagai penyidik dan penuntut umum hingga soal Dewan Pengawas (DP) dan penggeledahan harus seizin DP.
“Pertama, Komisioner KPK bukan lagi sebagai penyidik dan penuntut umum. Kemudian penyadapan, penggeledahan, penyitaan harus izin Dewan Pengawas,” tutur Laode.
Selain itu, Dewan Pengawas diangkat oleh Presiden dan Komisioner bukan lagi pimpinan tertinggi di KPK. Selanjutnya, soal status kepegawaian KPK yang berubah drastis dan harus melebur menjadi ASN.
“Hal-hal di atas berpotensi besar untuk mengganggu independensi KPK dalam mengusut suatu kasus,” tegas Laode.
Kemudian, lanjut Laode, masih banyak hal yang lebih detil lagi yang diteliti KPK. Secara umum, Laode menilai revisi UU KPK melemahkan hal penindakan yang dilakukan oleh KPK.
“Sedang kami teliti dan semuanya jelas akan memperlemah penindakan KPK,” demikian Laode.