Sudah enam hari M, tenaga kerja (TKI) yang baru pulang dari Hongkong, dirawat di RSUD Sidoarjo. Ada tim khusus yang menangani perempuan 21 tahun tersebut. Inilah cerita-cerita mereka dari ruang isolasi.
MAYA APRILIANI, Sidoarjo
Jauh sebelum M tiba di RSUD Sidoarjo, dr Fitri Sriyani SpP sudah memikirkan virus korona. Pemberitaan yang santer di berbagai media membuatnya mempersiapkan diri sejak dini.
Bahkan, saat ada acara pertemuan di Banyuwangi pada Sabtu (25/1), perempuan 49 tahun tersebut ingin menyampaikan kepada jajaran direksi RSUD bahwa diperlukan persiapan dalam menangani virus korona. Namun, keinginannya tidak terwujud sampai kembali ke Sidoarjo pada Minggu (27/1).
Fitri ingin menyampaikan tindakan yang harus dilakukan ketika ada pasien virus korona di rumah sakit. ’’Belum sempat menyampaikan, eh kedatangan pasien betulan,’’ ucap ibu dua anak tersebut, lantas tersenyum.
Kala itu Fitri diberi tahu bahwa ada pasien yang datang bersama Tim Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) Pasien tersebut baru datang dari Hongkong. Kondisinya demam dan batuk.
Pihak rumah sakit pun tanggap. Pasien itu langsung dimasukkan ke ruang isolasi instalasi gawat darurat (IGD). Lalu dipindah ke ruang isolasi gedung Mawar Merah Putih (MMP) hingga kini. Fitri mendapat mandat sebagai dokter penanggung jawab M.
M ditangani dengan optimal. Dia pun tidak canggung berdekatan dan bersentuhan dengan TKI asal Sukadana, Lombok Tengah, tersebut. Dia sudah terbiasa menghadapi pasien dengan kondisi buruk.
Bahkan, saat masih mengikuti peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS), Fitri pernah menangani pasien avian influenza. Ketika masuk dan keluar ruang isolasi, dia wajib membersihkan diri. Mandi dan keramas sebelum serta sesudah melakukan pemeriksaan.
Pengalaman itulah yang membuat Fitri tetap tenang menangani M. Selain itu, dia memiliki niat mulia. Menolong M sembuh dari sakitnya.
Mengembalikan kondisinya yang drop menjadi sehat seperti semula. Tidak jarang, saat melakukan pemeriksaan, Fitri juga berbincang dengan pasien muda tersebut. ’’Harapannya, hasil negatif (virus korona). Bisa segera pulang dan bertemu keluarga,’’ ucap alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga itu.
Eni memiliki pengalaman yang tidak terlupakan saat menjaga M. Kala itu M ingin buang air kecil. Eni pun memintanya bersabar. Sebab, dia harus memakai APD lebih dulu.
Butuh waktu 2–3 menit. Tampaknya, M sudah tidak tahan menunggu. Sebelum Eni tiba di ruang isolasi, dia pipis di celana. ’’Mungkin tidak berani bilang. Ditahan-tahan,’’ ucapnya.
Kedatangan M ke RSUD Sidoarjo pada Senin (27/1) menghebohkan. Terlebih beredar kabar bahwa dia terduga virus korona. Demamnya mencapai 38,8 derajat Celsius. Di IGD, M langsung masuk ruang isolasi. Keadaan IGD yang penuh sesak kala itu tidak menjadikannya pusat perhatian.
Para pasien dan keluarganya baru sadar M pasien tidak biasa saat dibawa ke ruang foto dada. Kala itu dr Wasis Nupikso SpOG sebagai ketua tim pengendalian dan pencegahan infeksi memutar otak cara mengevakuasi M dari ruang isolasi agar lancar dan tidak menimbulkan kegaduhan. Sebab, sudah banyak kasak-kusuk yang menyebut ada pasien terkena korona di RSUD.
Petugas kemudian membuat jalan ’’khusus’’ di IGD. Banyak mata yang terkesiap saat M lewat. Sebab, dokter dan perawat yang mengikutinya memakai APD. Pakaian mirip astronot itu pun banyak dikenali warga. Mereka melihat di berita tentang virus korona.
’’Setelah melihat itu, banyak pasien dan keluarga yang minta masker,’’ kata Wasis.
Namun, pihak rumah sakit tetap memenangkan para pasien dan keluarganya. Mereka diberi pemahaman bahwa pasien belum dinyatakan positif mengidap virus korona.
Tidak seperti kabar yang beredar. Bahkan, pihak rumah sakit pun belum bisa memastikannya. Masih menunggu hasil swab. ’’Semoga negatif dan cepat pulang,’’ tambahnya. (jpg/min)