class="post-template-default single single-post postid-36314 single-format-standard wp-custom-logo" >

Menu

Mode Gelap
Srikandi PLN UID Aceh dan PIKK Berbagi Kebahagiaan di Bulan Ramadhan Polres Bireuen Ungkap Tiga Kasus dan Amankan Empat Pelaku Owner PT Bir Ali Tour & Travel Raih Penghargaan Pin Emas Kamulyan Polres Bireuen Tangkap Pelaku Penyalahgunaan BBM Bersubsidi Puting Beliung Porak-poranda 8 Rumah Warga Meulaboh

NANGGROE TIMUR · 24 Sep 2020 07:22 WIB ·

Ganti Rugi Dinilai Kecil Pemilik Lahan Proyek Jembatan Pante Raja Protes


 Ganti Rugi Dinilai Kecil Pemilik Lahan Proyek Jembatan Pante Raja Protes Perbesar

MEUREUDU (RA) – Pemilik lahan proyek pembangunan jembatan Kreung Pante Raja, Pidie Jaya mulai protes. Pasalnya, harga lahan dan bangunan yang ditetapkan dinilai terlalu kecil.

Bahkan ada lahan warga yang pembebasannya belum dilakukan, tapi sudah digunakan untuk pembangunan jembatan yang nilainya mencapai Rp34 miliar lebih. Aksi protes warga pemilik lahan tersebut dilakukan, Selasa (22/9).

Para warga yang melakukan aksi protes tersebut, melakukan aksinya dengan membentangkan spanduk di lokasi pembangunan jembatan.

Isi spanduk tersebut diantaranya berbunyi. “Kami tidak menjual tanah dan toko untuk pelebaran jembatan kreung Rante Raja jika pembayaran tidak sesuai dengan janji”.
Warga yang melakukan aksi protes tersebut menilai, harga yang ditetapkan sangat tidak sesuai dengan nilai usaha yang mereka miliki.

Hj Jumiati dan Azhari yang merupakan pemilik lahan serta bangunan toko yang terkena pembebasan menolak keras dengan yang telah ditentukan oleh tim penilai harga saat ini.
Karena menurut mereka harga pasaran di tanah miliknya itu berkisar antara Rp3 juta. Tapi pihak pemerintah menetapkan harga sangat jauh dari harga pasaran tersebut.

Harga tanah dan bangunan yang ditetapkan sangat jauh dari harga pasar. Itu katanya diketahui dari salah seorang pemilik yang sudah dipanggil untuk menandatangi dokumen, tapi tak mau menandatanganinya.

“Kami mau menjual atau melepaskan hak atas tanah kami jika harganya sesuai dan tidak merugikan kami. Kami akan melepaskan tanah kami jika harganya sebesar Rp3 juta permeter,” tegas Jumiati turut diiyakan Azhari dan pemilik lahan lainnya.

Dari dokumen yang diberikan untuk ditanda tangani oleh pemilik lahan atas nama Nurhayati Ibrahim, harga tanah dinilai seharga Rp 1.769.000 permeter sedangkan untuk harga bangunan dinilai Rp 3.351.000 permeter.

“Dengan harga segitu saja saya tidak terima, apalagi dihargai Rp1,5 juta permeter. Jelas sangat merugikan kami. Apalagi toko saya tiga lantai ada sarang waletnya. Milik saya dihargai Rp2 miliar seluruhnya, masih rugi,” terang Azhari.

Senada dengan Hj Jumiati dan Azhari, Iswandi M Yahya yang juga pemilik lahan di lokasi pembangunan jembatan duplikat itu mengancam akan memblokir lokasi. Sebab, tanah miliknya belum dibebaskan tapi sudah dipakai tanpa izinnya untuk aktivitas pembangunan.
“Tanah saya belum dibayar. Tapi sudah digunakan untuk pembangunan jembatan.

Jangankan pembayaran, untuk harganya saja belum jelas. Kalau berlarut-larut tidak tertutup kemungkinan akan saya blokir lahan saya,” tandasnya.

Sementara Kabag Pemerintahan Sekdakab Pidie Jaya, Muslem Khadri mengatakan, pihaknya dalam hal pembebasan lahan untuk pembangunan jalan dan jembatan duplikasi Kreung Pante Raja hanya sebatas mamfasilitasi.

Kata dia, yang menilai harga tanah dan bangunan adalah Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP), yang mengukur dan membuat peta lahan adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan ýang melakukan pembayaran adalah Balai Pelaksaan Jalan Nasional (BPJN) I Aceh.

Menurutnya, harga yang ditetapkan tersebut telah dilakukan pengkajian oleh KJPP setelah BPN mengukur dan mengeluarkan peta sitausi bidang tanah. Diungkapkan untuk harga tanah saja yang paling tinggi Rp 1,5 juta permeter. Dan untuk tanah serta bangunan, harganya diatas Rp 3 juta.

“Di Pidie Jaya belum ada harga tanah yang nilai Rp3 juta permeter. Harga yang tetapkan untuk lahan tersebut sudah melalui pengkajian KJPP,” terang Muslim.

Lebih lanjut ungkapnya, dari 14 pemilik lahan yang terdiri dari 29 persil lahan yang terkena pembebasan, 50 persen pemiliknya sudah menyetujui harga yang ditetapkam, sisa belum setuju dengan berbagai alasan.

Jika pemilik lahan tak kunjung menerima harga yang ditetapkan itu, pada akhirnya terpaksa akan dititipkan di pengadilan. ” Jika pemilik lahan yang tidak menerima harga yang ditetapkan ini, jalan akhirnya akan dititipkan dipengadilan.” Pungkas Muslim. (san/ra)

Artikel ini telah dibaca 23 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

Srikandi PLN UID Aceh dan PIKK Berbagi Kebahagiaan di Bulan Ramadhan

14 March 2025 - 16:45 WIB

Haji Uma dan PPAM Pulangkan Warga Aceh Timur yang Sakit di Malaysia

14 March 2025 - 16:00 WIB

Polres Bireuen Ungkap Tiga Kasus dan Amankan Empat Pelaku

14 March 2025 - 15:38 WIB

Bagaimana Hukum Mengerjakan Sholat Tarawih Tapi Belum Sholat Isya? Simak Penjelasannya!

14 March 2025 - 15:20 WIB

Polres Bireuen Tangkap Pelaku Penyalahgunaan BBM Bersubsidi

14 March 2025 - 15:15 WIB

Kopepi Ketiara Ekspor Dua Kontainer Kopi ke AS dan Eropa, Dilepas Resmi oleh Wali Nanggroe

14 March 2025 - 04:42 WIB

Trending di UTAMA