class="post-template-default single single-post postid-37904 single-format-standard wp-custom-logo" >

Menu

Mode Gelap
BKN Pangkas Anggaran BBM Hingga Daya Listrik Penembakan Massal di Sekolah Orebro Swedia Tewaskan 10 Orang 13 Toko dan 11 Unit Rumah di Bandar Baru Terbakar ISBI Aceh dan Pemkab Aceh Timur Sepakat Kolaborasi Pendidikan Seni Budaya Bersama MK Tolak Gugatan Pilkada Lhokseumawe, Saatnya Bersatu Untuk Kota Lhokseumawe

NANGGROE TIMUR · 26 Oct 2020 07:16 WIB ·

Gula Aren Aceh Tamiang, Pasar dan Ritual


 Perajin gula aren tengah memasak air nira untuk dijadikan gula merah dengan cara direbus di kuali hingga memakan waktu 4-6 jam di dapur produksi Dusun Batu 8, Ratau, Aceh Tamiang.
DEDE/RAKYAT ACEH Perbesar

Perajin gula aren tengah memasak air nira untuk dijadikan gula merah dengan cara direbus di kuali hingga memakan waktu 4-6 jam di dapur produksi Dusun Batu 8, Ratau, Aceh Tamiang. DEDE/RAKYAT ACEH

Laporan Dede-Aceh Tamiang

DUSUN Batu 8, Desa Rantau Pauh, Kecamatan Rantau gudangnya perajin gula aren di Kabupaten Aceh Tamiang. Sedikitnya ada 17 kepala keluarga berprofesi sebagai pembuat gula merah (gulmer). Ke 17 orang ini aktif tergabung dalam kelompak tani “Mekhgek Betuah” yang artinya; ‘Aren Beruntung’ (bahasa suku Tamiang).

Masing-masing mereka memiliki kebun aren sendiri baik di Dusun Batu 8 bahkan di luar kampung. Sebagian petani juga ada yang mengurusi pohon aren orang lain dengan sistem bagi hasil. Setiap hari mereka menyadap, pagi tampung, sore ambil hasil sembari ganti wadah. Hasil air nira dalam satu pohon bervariasi, 5-10 liter tergantung besar kecil pohonnya. Sementara, perbandingan dalam 6 liter air nira dapat menghasilkan 1 kg gula merah.

Hingga suatu saat aktivitas perajin gula aren di dusun itu dilirik perusahaan migas, PT Pertamina EP Rantau Field, melalui program corporate social responsibility (CSR), Pertamina membantu bibit aren, tungku baja dan dapur produksi. Para petani makin optimis untuk terus mengembangkan gula aren.

“Dulu kelompok tidak berjalan, setelah dibentuk kelompok yang baru kelihatan kawan-kawan semangat dan rajin ke kebun,” kata Ketua Koptan Mekhgek Betuah, Didi Rahmad (41) saat dijumpai di rumahnya, akhir pekan lalu.

Dalam perjalanannya, menurut Didi, kelompok tani Mekhgek Betuah merupakn nama baru terbentuk di bulan Juni 2020 melibatkan Pertamina, PPL Dinas Pertanian dan Diskoperindag Aceh Tamiang. Kemudian dilakukan perombakan struktur, Didi Rahmad dipercaya menjadi ketua.

Ia menyatakan, produksi gula merah di Batu 8 rata-rata 200 kg/hari dengan dua varian, original dan kw. Terkait pemasaran, sejauh ini para anggota sudah punya link masing-masing. Secara kebetulan pengurus (Bendahara) kelompok merupakan agen pengepul gula merah. Selain memenuhi kebutuhan lokal, pasar gula aren Batu 8 tembus hingga Aceh Utara dan Lhokseumawe.

“Kalau pemasaran kami sudah terbantu. Sebagian dipasarkan keluar dan selebihnya di Aceh Tamiang,” kata dia.

Didi bersama anggotanya bertekad akan fokus merintis produk gula merah asli dan gula semut yang sedang tren saat ini. Hal itu sesuai dengan arahan pembimbing dari Pertamina yang sudah menyiapkan kemasan. “Ketika kelompok terbentuk, visi-misi kami Dusun Batu 8, Rantau Pauh akan menjadi sentra gula merah di Aceh Tamiang. Insya Allah itu adalah mimpi kami,” sebutnya.

Sementara itu, seorang petani aren saat dijumpai, ia sedang bekerja mencari bahan baku. Di usia yang tak muda lagi, dirnya tak ragu memanjat satu persatu pohon enau dengan tangga batang bambu. Saat ditemui, ia tampak seperti tengah menjalankan tradisi khusus sebelum ‘menyadap’ aren.

Ritual itu adalah memukul batang pohon dan tandan bunga jantan aren sebelum mekar. Kemudian mayang aren di ayun beberapa saat layaknya anak bayi. Menurut petani ini pukulan pelan dan ayunan tersebut supaya pori-pori mayang aren terbuka. Mitosnya, petani harus mengenakan pakaian jelek, bernyanyi, dan tidak boleh mengganti senjata yang biasa dipakai untuk menyadap.

“Menurut kebiasaanya begitu, yang perlu diingat kalau pisaunya berganti ya, airnya akan berkurang,” tutur Suwali (56) perajin gula aren di Dusun Batu 8 menjawab Rakyat Aceh.
Air nira diberi obat buah tampo atau kulit manggis supaya tidak cepat asam. Proses pemasakan nira menjadi gula merah memakan waktu 4-6 jam menggunakan kuali dan kayu bakar. Saripati aren yang sudah mengental dikemas menggunakan cetakan bambu langsung di dapur produksi.

“Sore sudah cetak, malamnya pelanggan pada datang ke rumah, stok gula merah setiap hari habis,” ucap Wali.

Menurutnya, perajin aren di Dusun Batu 8 merupakan warisan leluhur sudah turun-temurun. Suwali sendiri sudah sekitar 25 tahun menjadi petani aren dibantu anak dan istrinya Poniah (54). Diakuinya, selama ini kualitas gula merah yang dibuat bervariasi ada yang asli aren dan campur gula pasir. Mereka menjual gulmer sesuai permintaan pasar, ada yang diambil agen dan pesanan pribadi secara eceran.

“Kalau harga gula campur Rp16.000/kg dan gula asli Rp20.000/kg, selisihnya tidak terlalu banyak,” ujarnya.

Makin semangat
Meski terimbas Covid-19, pesanan gulmer tetap setabil. Di tahun ini, pelaku industri rumah tangga ini tambah semangat sejak dibina Pertamina. Mereka terbantu di bidang pemasaran hingga permodalan usaha. Dia berharap semoga ada daya tarik untuk warga dusun lain makin semangat untuk ‘ber-ijuk’.

“Kita juga ada uang kas kelompok dari iuran setiap bulan. Saat ini anggota masih 17 orang, kemungkinan akan bertambah lagi. Tapi yang jelas produksi gula aren Dusun Batu 8 semakin tinggi,” pungkasnya.

Perwakilan PEP Rantau Field, Fahmi Al Faruk melihat potensi produk gula aren di Dusun Batu 8 cukup bagus. Hal itu berdasarkan penelitian social meeting yang dilakukan di kampung tersebut atensi paling tinggi pembuat gula aren. Selain melestarikan warisan, arah kedepannya Pertamina akan membuat kemasan gulmer lebih menarik sesuai era kekinian.

“Jadi hal pertama yang kami sambar atau kami fokus itu memang di kemasan. Desainer-nya juga dari lokal,” kata dia.

Pangsa pasar lebih luas
Fahmi menyatakan, sekarang sudah bayak warung kopi menggunakan produk gula aren untuk campuran minuman. Pihaknya melihat peluang itu dengan membuat gula aren cair kemasan botol. Alasan Pertamina membuat kemasan gulmer 100% asli karena target pasarnya adalah kalangan atas yang tidak masalah soal harga.

“Untuk kemasan-kemasan premium itu bisa dipastikan gula merahnya asli. Petani pun setuju, maka kita akan menuju produk gula aren original mengarah segmen pasar lebih luas lagi,” ungkapnya.

CSR Staf, Arsy Rakhmanissazly membenarkan, program gula aren baru tahun ini dilaksanakan, mengingat di masa pandemi Covid-19 petani aren sempat mengalami kesulitan di bidang distribusi karena ada pembatasan sosial.

“Kami membantu pengemasan yang lebih premium, agar menaikkan pasar-pasar, jadi engga cuma mentahnya aja, kita juga jual setengah jadinya yang langsung bisa dikonsumsi. Terus kita membantu memasarkannya, targetnya kefe dan warung kopi-warung kopi,” terangnya. (*)

 

Artikel ini telah dibaca 149 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

13 Toko dan 11 Unit Rumah di Bandar Baru Terbakar

5 February 2025 - 14:38 WIB

MK Tolak Gugatan Pilkada Lhokseumawe, Saatnya Bersatu Untuk Kota Lhokseumawe

4 February 2025 - 18:06 WIB

Pemuda Panca Marga Ranting Muara Satu Donasi untuk Palestina

2 February 2025 - 17:27 WIB

Ceulangiek Minta Pemerintah Angkat Tenaga R2 dan R3 Jadi PPPK Penuh Waktu 

29 January 2025 - 16:57 WIB

Walikota-Wakil Walikota Terpilih Hadiri Peresmian Dayah Madinatuddiniyah Al Mukarramah

29 January 2025 - 16:26 WIB

Mahasiswa KKN 145 Unimal Gali Potensi Desa Matang Munye Lewat Kerajinan Anyam Tikar

29 January 2025 - 13:35 WIB

Trending di NANGGROE TIMUR