![](https://sp-ao.shortpixel.ai/client/to_webp,q_glossy,ret_img,w_215,h_300/https://harianrakyataceh.com/wp-content/uploads/2023/01/WhatsApp-Image-2023-01-24-at-20.35.16-215x300.jpeg)
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian
RAKYAT ACEH | LHOKSEUMAWE – Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian menyampaikan, pihaknya sangat dukung terhadap proses penegakkan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Lhokseumawe terhadap Rumah Sakit (RS) Arun Lhokseumawe dalam kasus dugaan korupsi.
Dimana, Tim Kejaksaan Negeri Lhokseumawe yang dipimpin secara langsung oleh Kepala Kajari Dr. Mukhlis, SH., MH melakukan penggeledahan dan penyegelan ruang Direktur Rumah Sakit Arun Lhokseumawe serta ruang arsip, pada Selasa (24/1).
“Intinya kita memberikan dukungan penuh terhadap proses penegakkan hukum yang sedang berlangsung, terhadap potensi penyimpangan dan money laundering di Rumah Sakit Arun Lhokseumawe,”ucap Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian dalam keterangannya kepada Rakyat Aceh, Selasa (24/1).
Ia mengatakan, money laundering diduga kuat terjadi dari sisi pendapatan Rumah Sakit Arun Lhokseumawe, sejak diserahkan kepada Pemko Lhokseumawe, maka mulai tahun 2017 hingga 2020, untuk PAD-nya berbeda-beda. Dimana pada tahun 2017 ada sebesar Rp 1 miliar PAD, tahun 2018 ada Rp 1 miliar, dan 2019 juga Rp 1 miliar.
Sementara di tahun 2020, hanya sebesar Rp 220 juta PAD yang didapat dari pengelolaan Rumah Sakit Arun Lhokseumawe,
“Nah, saat PAD Rp 220 juta itu MaTA sendiri telah menelusri, karena rumah sakit ini adalah kerjasama dengan BPJS, sehingga kita melakukan penelusuran ke BPJS. Dimana, klaim BPJS oleh pihak rumah sakit pada tahun 2019 itu ada sekitar Rp 36,6 miliar.
Kemudian di tahun 2020 ada klaim ke BPJS Rp 44,1 miliar, jadi kalau kita kalkulasikan secara menyuruh sejak tahun 2017 sampai tahun 2021, klaim ke BPJS itu ada sekitar Rp 144 miliar,”jelas Alfian.
Menurutnya, penting bagi pihaknya untuk melihat proses penyidikan yang sedang berlangsung dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Lhokseumawe. Karena dugaan awal kasus ini potensi penyimpangan dan money laundering ditemukan oleh
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Kita berharap bahwa kasus ini bisa diusut secara tuntas dan secara utuh sehingga tidak ada upaya-upaya untuk menyelamatkan aktor,”pintanya.
Karena pengalaman sebelumnya, lanjut Alfian, kinerja Kejaksaan Negeri Lhokseumawe, menjadi catatan buruk bagi pihaknya. Dimana dalam pengungkapan kasus tindak pidana korupsi terhadap pembangunan tanggul Cunda-Meuraksa yang anggarannya saat itu mencapai Rp 4,5 miliar, itulah adalah fiktif.
“Nah saat itu, Kajari Lhokseumawe sendiri mengandeng untuk melakukan audit investigasi yaitu BPKP Aceh, dimana hasil audit yang telah diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Lhokseumawe saat itu fiktif tidak ada pekerjaan di lapangan. Walaupun, kasus itu masih bergulir di Kejati, kami juga sudah melaporkan ulang ke Kejati, karena kami menganggap kasus ini belum selesai dari sisi kepastian hukumnya,”terang Alfian.
Oleh karena itu, sambung Alfian kasus dugaan penyimpangan dan
money laundering di Rumah Sakit Arun Lhokseumawe juga perlu adanya kepastian hukum, karena ini juga menyangkut dengan citra dan kinerja kejaksaan di Aceh.
“Publik akan mengawal kasus ini secara tuntas dan publik juga tidak menginginkan ada upaya-upaya menyelamatkan aktor, apalagi ini adalah temuan dari PPATK”, ucapnya.
Alfian juga mengatakan, potensi penyimpangan dan money laundering ini menjadi langkah yang tepat dalam penindakkan hukum, sehingga penyimpangan yang telah dilakukan itu dapat dipertanggungjawabkan juga secara hukum.
“Kita juga akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Artinya, proses penyidikan itu sudah ada calon tersangkanya, kita berharap kepada pihak Kejaksaan untuk terbuka dan transparan dalam proses penanganan kasus ini. Jadi tidak ada upaya-upaya menyelamatkan atau pun tidak ada upaya-upaya negosiasi seperti pengalaman penanganan kasus sebelumnya yang kita dapatkan,”harapnya.
Selain itu, Alfian menambahkan, penetapan tersangka dan kepastian hukum secara utuh terhadap kasus ini menjadi harapan publik dan ini juga menyangkut soal citra serta wibawa secara kelembagaan Kejaksaan di Aceh. (arm)