Harianrakyataceh.com – Arus pengungsi Rohingya yang terus berdatangan membuat pemerintah Bangladesh harus menyediakan lahan baru lagi untuk menampung mereka.
Yang menjadi masalah, tidak ada tanah kosong yang bisa mewadahi lebih dari 515 ribu penduduk Rohingya yang datang sejak 25 Agustus. Karena itu, nereka akhirnya memutuskan menebangi hutan dan memakai lahannya sebagai kamp pengungsian.
Menteri Manajemen Bencana dan Bantuan Bangladesh Mohammad Shah Kamal mengungkapkan, saat jumlah pengungsi masih di angka 400 ribu, pemerintah sudah menyediakan 809,4 hektare lahan untuk penampungan. Tetapi, kini sudah ada tambahan 100 ribu pengungsi lagi. Jumlah tersebut terus bertambah setiap hari. ’’Jadi, pemerintah akan mengalokasikan lahan hutan seluas 404,7 hektare,’’ ucap Kamal kemarin (5/10).
Kedatangan ratusan ribu pengungsi Rohingya itu memang menjadi tekanan bagi Bangladesh. Terlebih, belakangan ada dugaan bahwa para pengungsi membantu menyelundupkan metamfetamin dari Myanmar ke Bangladesh. Hal tersebut membuat penduduk di sekitar lokasi pengungsian ketir-ketir, terutama Distrik Cox’s Bazar yang menampung paling banyak pengungsi Rohingya.
Otoritas penjaga perbatasan akhirnya menghancurkan 20 perahu yang dipakai oleh penduduk Rohingya untuk menyeberangi sungai Naf ke Bangladesh. Perahu yang membawa ratusan orang itu tiba di Shah Porir Dwip, Dhakinpara, pada Selasa malam (3/10).
Komandan Border Guards Bangladesh (BGB) di Dhakinpara Letkol Ariful Islam mengungkapkan bahwa ada penumpang di perahu-perahu itu yang menyelundupkan narkoba. Sebab, mereka menemukan metamfetamin dalam jumlah besar. ’’Mungkin pelaku menjatuhkannya sebelum mereka turun dari perahu,’’ ujarnya. Beberapa pengungsi yang mencurigakan ditangkap untuk dimintai keterangan.
Sementara itu, Dewan Kota Oxford, Inggris, mencabut penghargaan Freedom of the City yang diberikan kepada Aung San Suu Kyi, penasihat negara Myanmar. Itu adalah penghargaan untuk pejuang HAM.
Dewan Kota Oxford awal pekan ini melakukan voting untuk menindaklanjuti usulan pencabutan penghargaan tersebut. Hasilnya, mayoritas sepakat bahwa Suu Kyi tidak lagi layak menyandangnya karena selalu bungkam terhadap penderitaan Rohingya.
’’Dengan memberikan gelar kehormatan untuk orang yang menutup mata atas kekerasan, reputasi kota menjadi ternoda,’’ ungkap Mary Clarkson, anggota Dewan Oxford dari partai buruh. Pekan lalu, foto Suu Kyi yang selama ini didisplai oleh almamaternya, St Hugh College, Oxford, juga diturunkan. (*)
(Reuters/SkyNews/sha/c20/any)