BANDA ACEH (RA) – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Gayo Merdeka, menolak Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) gelar seyembara hymne Aceh. Penolakkan dilakukan lewat aksi unjuk rasa di depan gedung dewan, Selasa (31/10).
Para mahasiswa menilai sayembara tersebut telah merusak kebhinekaan di Aceh. Pasalnya, hymne diharus berbahasa Aceh, padahal di Aceh banyak bahasa daerah.
“Kami Gayo Merdeka meminta pemerintah Aceh khususnya anggota DPRA, untuk mengevaluasi kembali syarat sayembara hymne Aceh yang mengharuskan berbahasa Aceh. Kami juga memahami ini wujud dari hasil MoU Helsinki yang tertera dalam UUPA dalam pasal 248 ayat 2 dan 3,” kata Koordinator Aksi, Jusuf usai unjuk rasa.
Ia mengatakan jika hymne tersebut tetap dilakukan, mereka sebagai masyarakat dari suku Gayo merasa didiskriminalisasi.
“Kalau tetap dilaksanakan kami akan menolaknya, berbagai cara kami tempuh, karena kami didiskriminalisasi dari Aceh dengan adanya sayembara itu,” sebutnya.
Jusuf mengancam bila tuntutan mereka tidak dipenuhi dan respon, maka mereka akan minta untuk pisah dari Aceh.
“Kalau permintaan kami tidak didengar, lebih baik kami pisah dari Aceh, karena buat apa kami yang memiliki suku dan bahasa kami tidak dianggap,”ujarnya.
Selain soal bahasa, sayembara hymne itu juga dinilai membuang anggaran untuk hal tidak penting.
“Lebih bagus uang untuk sayembara ini digunakan beli cendol. Masyarakat masih banyak menderita kok buang uang untuk kepentingan suatu kelompok,” ujarnya.
Sejumlah pimpinan DPRA menemui mahasiswa berunjuk rasa diantaranya Teuku Irwan Djohan, Abdullah Saleh dan Azhari Cage. Mereka meminta para mahasiswa untuk berdiskusi secara langsung dilain waktu untuk membahas masalah ini.
“Kita terbuka untuk diskusikan hymne ini, pada prinsipnya kita hargai apa yang dilakukan para mahasiswa. Namun kalau ada hal yang disampaikan kita akan diskusikan lebih lanjut, karena tidak mungkin selesai di sini terkait dengan persoalan ini,” kata Abdullah Saleh.(ibi)