RAKYAT ACEH | SIMEULUE – Setelah 20 tahun peristiwa bencana alam Gempa Bumi (linon-bahasa Simeulue) dan Tsunami (Smong-bahasa Simeulue), sebahagian warga asal desa Latiung, Kecamatan Teupah Selatan, kembali pulang dari lokasi kampung relokasi awal.
Sebahagian warga yang memutuskan untuk kembali menempati desa Latiung, yang telah 20 tahun ditinggalkan dan sebelumnya warga desa Latiung itu, hengkang untuk menyelamatkan diri dari amukan susulan bencana alam 2004 silam, dengan menempati lokasi relokasi yang jauh dari garis pantai.
Dengan kondisi seluruh bangunan rumah warga. Sekolah yang hancur total, termasuk satu unit sarana rumah ibadah, yakni Mesjid Nurul Taqwa yang mengalami kondisi rusak parah, namun tidak ambruk, kini menanti uluran tangan pihak Pemerintah maupun pihak lainnya, untuk kembali membangun mesjid tersebut.
“Saya dan keluarga termasuk beberapa warga desa Latiung yang berprofesi nelayan, telah kembali ke kampung kami ini. Kampung ini kami tinggalkan selama 20 tahun setelah kejadian smong,” kata Tarmin HS, yang ditemui Harian Rakyat Aceh, Kamis 26 Desember 2024.
Tarmin HS menambahkan karena berprofesi nelayan, kemudian memutuskan memboyong seluruh keluarga besarnya untuk kembali membangun rumah baru dan menempati kampung asalnya, yang hanya terpaut dari Mesjid Nurul Taqwa sekitar 50 meter dan jarak dari bibir pantai, sekitar kurang dari 150 meter.
Namun setelah kembali menetap di desa Latiung, Tarmin HS dan warga lainnya menghadapi persoalan lain, karena fasilitas rumah ibadah Mesjid Nurul Taqwa belum ada tanda-tanda perbaikan, sehingga harus shalat di rumah masing-masing, dan untuk shalat jumat atau shalat berjamaah, harus mencari mesjid terdekat.
Selain persoalan fasilitas rumah ibadah yang rusak parah dan tidak dapat difungsikan, juga persoalan fasilitas rumah sekolah yang sebelumnya telah hancur total di amuk bencana smong 2004 silam, terpaksa para orang tua murid juga sekolahkan anaknya di rumah sekolah terdekat dari desa Latiung.
“Setelah kami menetap di kampung kami ini, yang menjadi persoalan penting dibutuhkan adalah mesjid. Mesjid yang lama sudah rusak parah dihantam linon dan smong, maka kami sangat-sangat berharap Pemerintah dan Pak Dewan untuk turun tangan membantu membangun mesjid Nurul Taqwa,” kata Tarmin.
Amatan Harian Rakyat Aceh, yang sehari-hari selain melaut, juga rumah yang ditempatinya itu juga dijadikan untuk jualan sembako alakadarnya, yang bertepatan berada diruas aspal jalan umum lintasan Kecamatan Teupah serta hanya sekitar 60 meter dari lokasi pelabuhan tambatan perahu nelayan.
Persis di depan rumah Tarmin HS, atau di seberang ruas aspal jalan umum itu masih terpasang denga untuk pamplet nama Sekolah Dasar Negeri Latiung, yang terbuat dari beton dan tidak hancur saat tragedi bencana alam 2004 silam, sedangkan yang luluh lantak hanya bangunan fisik sekolah itu.
Terlihat berserakan puing-puing bangunan rumah sekolah dan rumah warga serta serpihan bangunan mesjid, yang telah diselimuti oleh semak belukar, bahkan setelah ditinggalkan oleh warga dan desa Latiung menjadi area yang sangat sepi, sunyi dan terkesan horor, sehingga pengguna jalan tidak berani melintasi kawasan itu saat malam hari. (ahi/hra)