HARIANRAKYATACEH.COM – Agresi militer Israel ke Palestina sudah berjalan 76 hari. Israel Defence Force (IDF, pasukan Israel) masih menggempur permukiman penduduk di Jalur Gaza. Mereka juga menduduki beberapa rumah sakit yang telah dilumpuhkan.
Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Gaza Utara juga termasuk yang mereka kuasai. Kemarin (20/12) Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) memprotes penggunaan RSI sebagai markas pasukan Israel.
MER-C meminta World Health Organization (WHO) mengusir Israel dari RS yang mereka kelola itu.
Ketua Presidium MER-C Indonesia Sarbini Abdul Murad menuturkan, sudah dua pekan ini Israel menempatkan pasukannya di RS Indonesia. Aksi itu mereka lakukan setelah menggempur RS Indonesia hingga tidak bisa beroperasi. ’’Kami desak WHO melakukan investigasi,’’ jelasnya.
Dia menegaskan, penggunaan rumah sakit sebagai markas militer melanggar etika dan peraturan internasional terkait peperangan.
Langkah licik Israel tersebut dilakukan setelah menuding adanya bunker atau tempat perlindungan Hamas di RS Indonesia. Setelah diserang dan dalam keadaan tidak beroperasi, RS Indonesia malah digunakan sebagai markas. ’’Ini cara culas,’’ kritiknya.
Terlebih lagi, tudingan Israel sama sekali tidak terbukti. Tidak ada bunker Hamas yang ditemukan di RS Indonesia. ’’Semua itu bohong dan fitnah,’’ ujar Sarbini saat ditemui di Kantor Pusat MER-C kemarin.
Menurut dia, Israel ingin menjadikan RS Indonesia sebagai tameng. Selama ini pasukan Israel tidak memiliki tempat berlindung. ’’Pakai RS Indonesia, bisa jadi membuat Hamas segan untuk menyerang. Sebab, Indonesia dikenal sebagai penyokong utama Palestina. Apalagi, Israel saat ini selalu kalah perang di berbagai titik,’’ ujarnya.
Dia meminta pemerintah Indonesia juga melakukan langkah untuk mengusir Israel dari RS Indonesia. ’’Saya masih percaya pemerintah akan berbuat sesuatu,’’ jelasnya.
Serangan di Laut Merah
Serangan pemberontak Houthi pada kapal-kapal di Laut Merah mulai berdampak. Yunani telah merekomendasikan agar kapal komersial yang berlayar di Laut Merah dan Teluk Aden menghindari perairan Yaman. Beberapa perusahaan menyatakan bahwa produk mereka bakal berkurang ataupun tertunda karena masalah pengiriman. Langkah AS yang membentuk aliansi 10 negara untuk mengatasi serangan tersebut tidak membuat kelompok itu ciut nyali.
’’Perang kami adalah perang moral. Karena itu, tidak peduli berapa banyak aliansi yang dimobilisasi Amerika, operasi militer kami tidak akan berhenti,’’ tegas anggota dewan penguasa Houthi Mohammed Albukhaiti kepada The Washington Post, Selasa (19/12).
Kapal-kapal komersial diserang drone dan rudal balistik yang ditembakkan dari wilayah Yaman yang dikuasai Houthi sejak perang di Gaza memanas. Mereka mengatakan, serangan itu merupakan protes terhadap agresi Israel di Jalur Gaza. Beberapa serangan membuat kapal rusak. Rata-rata yang diserang adalah kapal-kapal yang menuju atau berafiliasi dengan Israel.
’’Berpartisipasi dalam koalisi untuk melindungi para pelaku kejahatan genosida adalah sebuah aib dalam sejarah. Jika AS bersikap benar, mereka akan mewajibkan Israel menghentikan kejahatannya tanpa perlu memperluas cakupan konflik,’’ tegas Albukhaiti.(idr/mia/sha/c7/oni)