RAKYAT ACEH | SIMEULUE – Sekitar 140 unit alat perekam gempa bumi, akan dipasang di seluruh daratan pulau Simeulue, untuk mendeteksi aktivitas gempa bumi dengan guncangan Skala Richter (SR) paling rendah.
Alat perekam aktivitas gempa bumi yang akan dipasang di daratan pulau Simeulue, dengan jarak 2,5 kilometer di 10 wilayah Kecamatan yang ada, sehingga nantinya alat tersebut mampu merekam kekuatan guncangan gempa bumi 1 SR.
140 unit alat perekam aktivitas gempa bumi yang , disampaikan Ketua Devisi Pengembangan Penelitian Migitasi Geohazards UPT Migitasi Bencana TDRMC USK, Prof. Dr. Mukhsin. M.Si.M.Phil, yang didampingi Kalaksa BPBD Simeulue, Zulfadli, kepada Harian Rakyat Aceh, Jumat, 31 Januari 2025.
“Sekitar 140 unit alat perekam aktivitas gempa bumi yang akan dipasang dj daratan pulau Simeulue. Nantinya alat itu akan merekam aktivitas gempa bumi dengan kekuatan guncangan 1 SR,” kata Prof. Dr. Mukhsin. M.Si.M.Phil.
Masih menurut Prof. Dr. Mukhsin. M.Si.M.Phil, yang juga memimpin langsung rombongan Koordinasi dan Sosialisasi Riset Kebencanaan di Kabupaten Simeulue, turut didampingi 4 orang Peneliti Migitasi Geohazards dan koordinator TDRMC serta Administrasi Umum Teknik Geofisika.
Prof. Dr. Mukhsin. M.Si.M.Phil, kembali pastikan, pada bulan Februari 2025 untuk pemasangan 140 unit alat perekam aktivitas gempa bumi itu, dan kemudian hasil rekamannya akan kembali dipelajari dan dianilisis secara spesifik, sehingga nantinya akan menjadi rekomendasi untuk kebijakan masa depan Kabupaten Simeulue.
Keberadaan seratusan lebih alat perekam gempa bumi itu di Kabupaten Simeulue itu, hanya 6 bulan dan kemudian akan kembali dipasang di daerah lainnya yang ada di Provinsi Aceh, terutama daerah yang sering mengalami potensi gempa bumi, atau daerah yang berada pada Sesar Sumatera.
Sedangkan pulau Simeulue, juga berada dan berdekatan dengan kawasan aktivitas Lempeng Indo-Australia yang persisnya berada di perairan Samudera Hindia, sehingga potensi gempa bumi patut di waspadai, termasuk dengan pemasangan 140 alat perekam gempa bumi.
“Setelah 6 bulan terpasang di daratan pulau Simeulue, dan hasilnya dianalisis. Kemudian alat itu kembali dipasang di daerah lainnya,” tutup Prof. Dr. Mukhsin. M.Si. M.Phil. (ahi/hra)