HARIANRAKYATACEH.COM – Massa pendemo gedung DPRK Aceh Utara, sempat terjadi bentrokan dengan petugas Satpol PP dan Polisi yang berjaga di lokasi aksi, pada Senin (29/3) siang.
Pendemo berusaha masuk ke ruang gedung wakil rakyat yang berada di Jalan Mayjen Nyak Adam Kamil, Simpang Empat, Kota Lhokseumawe.
Namun, aksi Eksekutif Kota – Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EK-LMND) Lhokseumawe dan Aceh Utara bersama Aparatur Desa Aceh Utara Melawan (ADAM) langsung dihalau petugas Satpol PP dan Polisi.
Alasan massa berusaha masuk keruang DPRK, karena dari 45 anggota dewan Aceh Utara yang menerima kehadiran mereka hanya 6 orang dewan.
Yang menerima pendemo yakni, Wakil Ketua II DPRK Aceh Utara, Mulyadi CH bersama anggota dewan Jufri Sulaiman, Ismed, Terpiadi, Zubir HT dan Azalifuazi. Bahkan penjelasan yang diberikan oleh wakil rakyat itu tidak memuaskan para pendemo.
Mereka menuntut pencabutan Perbup Aceh Utara Nomor 3 tahun 2021. Sekaligus aksi ini sebagai bentuk pengabaran atas kondisi Aceh Utara kepada Presiden Joko Widodo terhadap penolakan atas Perbup Aceh Utara No 3 tahun 2021, yang sangat berbeda dari Amanat PP 11 Tahun 2019, Tentang Pemangkasan Siltap Aparatur Desa dan Penghilang Alokasi Anggaran untuk Majelis Ta’alim dan Anak Yatim di Alokasi Dana Gampong (ADG) Tahun 2021.
Sementara kericuhan itu terjadi karena dewan yang hadir tidak bersedia untuk membuat pernyataan secara tertulis supaya dicabut Perbup No 3 tahun 2021.
Aksi saling dorong pun tidak dapat dihindarkan antara pendemo dengan petugas Satpol PP dan Polisi yang berjaga dipintu utama gedung DPRK setempat. Bahkan, baku hantam pun hampir terjadi dengan petugas.
Mahasiswa dan Polisi yang saling dorong serta tarik menarik juga sempat terjatuh. Hingga aksi saling bentak pun terjadi dengan nada lantang antara Polisi dengan mahasiswa. Namun, aksi bentrok yang terjadi usai dhuzur itu tidak berlaku lama, karena sempat dilerai oleh petugas kepolisian lain yang berjaga dilokasi.
Munzir Abee selaku penanggung jawab aksi kepada awak media, mengaku sangat menyesalkan aksi yang terjadi tersebut. “Seharusnya, Polisi itu kan tugasnya untuk menjamin keselamatan, bukan malah memukul seperti ini,” tegasnya.
Menurut Munzir, alasan menerobos masuk ke ruang DPRK karena hanya lima orang dewan yang masuk kantor pada hari Senin. “Ini menunjukkan kalau perdamaian Aceh yang sudah berlangsung 15 tahun sudah dikhianati dan terjadi korupsi,” ujarnya seraya menambahkan, demokrasi di Aceh tidak berjalan dengan baik.
Untuk itu, Munzir menyatakan sikap atas brutalitas kepolisian terhadap pendemo. Kemudian juga meminta kepada Amnesti Internasional untuk memasukkan kasus ini dalam daftar kasus brutalitas. Kepada Yayasan Hukum, LBH Indonesia untuk mendampingi berlangsungnya aksi tersebut, serta kepada NGO HAM agar mendampingi jika terjadi gesekan hukum.
“Kami tidak akan ada diam sampai apa yang menjadi dituntutan dikabulkan oleh Pemerintah Aceh Utara dan DPRK Aceh Utara,” tegasnya.
Sementara itu secara terpisah, Wakil Ketua II DPRK Aceh Utara, Mulyadi CH, menyebutkan, dirinya belum mengumpulkan apa yang menjadi tuntutan pendemo.
“Kita akan sampaikan kepada Ketua DPRK terkait apa yang menjadi tuntutan mereka, dan ketua dewan bersama fraksi Partai Aceh saat sedang berada di Aceh Tengah mengikuti Rapat Kerja (Raker) Partai Aceh,” ungkapnya. (arm/min)