Menu

Mode Gelap
Korban Erupsi Gunung Marapi Ditemukan 1,5 Km dari Kawah Cak Imin Resmikan Posko Pemenangan Musannif bin Sanusi (MBS) Perangkat Desa Sekitar Tambang Tantang Asisten Pemerintahan dan Dewan Lihat Objektif Rekrutmen Pekerja PT AMM Golkar Aceh Peringati Maulid Nabi dan Gelar TOT bagi Saksi Pemilu Ratusan Masyarakat Gurah Peukan Bada Juga Rasakan Manfaat Pasar Murah

NASIONAL · 27 Mar 2022 15:31 WIB ·

Dokter Terawan Dinilai Terlalu Iklan Berlebihan Soal Metode Cuci Otak


 Dokter Terawan Agus Putranto di Istana Negara, Selasa (22/10). (Raka Denny/Jawa Pos) Perbesar

Dokter Terawan Agus Putranto di Istana Negara, Selasa (22/10). (Raka Denny/Jawa Pos)

HARIANRAKYATACEH.COM Mantan Menteri Kesehatan Dokter Terawan Agus Putranto resmi dipecat dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Keputusan itu dilakukan berdasarkan hasil muktamar IDI di Aceh pada Jumat, 25 Maret 2022. Keputusan ini menindaklanjuti rekomendasi PB ID pada tahun 2018 lalu yang belum dilaksanakan selama ini.

Sebetulnya rekomendasi pemecatan itu sudah disampaikan dalam penjelasan khusus pada Rapat Dengar Pendapat dengan DPR RI saat 9 April 2018. Dalam surat yang disampaikan oleh Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pusat Ikatan Dokter Indonesia dr. Broto Wasisto, MPH, DTM&H (Alm) disebutkan pandangan para ahli terkait metodecuci otak atau DSA (Digital Substraction Angiogram). Metode ‘cuci otak’ itu memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah melalui pangkal paha penderita stroke. Hal tersebut dilakukan untuk melihat apakah terdapat penyumbatan pembuluh darah di area otak.

Menurut para ahli, metode itu bukan metode baru dalam dunia medis. Akan tetapi, Dokter Terawan dinilai terlalu berlebihan mengiklankan diri seolah-olah metode tersebut sebagai inovasi medis pertama di Indonesia sehingga membuat pasien stroke tertarik untuk mencobanya. Dalam surat tersebut yang diterima media, Sabtu (26/3) sejumlah saksi ahli berpendapat soal hal itu.

1. Prof. Dr. Irawan Yusuf, Ph.D

Dalam surat tersebut, Prof Irawan menjelaskan bahwa saat pertama kali bertemu, Dokter Terawan sedang mengambil S3 di Universitas Gajah Mada tapi ternyata tidak ada dosen yang mau membimbing. Maka Prof. Dr. Irawan Yusuf, Ph.D mengusulkan agar Dokter Terawan mengambil S3 di Univ. Hasanuddin.

Menurutnya saat itu, peran utama Brainwashing hanya meningkatkan cerebral blood flow pada stroke kronik, memperbaiki suplai darah ke jaringan yang infark sehingga oksigen, nutrisi dan obat bisa sampai serta memperpanjang window period, gejala klinis membaik. Tetapi simpulan yang ditonjolkan terlalu berlebihan (sebagai

alternatif terapi stroke yang standar) sehingga mempertajam kontroversi.

Ia menegaskan saat itu bahwa temuan Dokter Terawan belum dapat dijadikan terapi alternatif untuk menggantikan terapi standar tapi hanya meningkatkan cerebral blood

flow sehingga terapi lain dapat dilakukan secara terencana. Ia menegaskan bahwa Dokter Terawan harus bertindak sesuai kompetensi dan kewenangannya untuk menghilangkan kontroversi.

2. Saksi Ahli Prof. DR. Dr. Moh. Hasan Machfoed, Sp.S(K),

Saat itu ia menganalisis dan menyampaikan pendapat tentang aspek etika Brainwashing DSA di bidang neurologi disebut sebagai cerebral angiography, digunakan untuk diagnosis gangguan pembuluh darah otak (stroke iskemik), di mana di RS tipe A. DSA bukan merupakan hal yang baru, tetapi sudah rutin dilaksanakan untuk sarana diagnostik bukan diperuntukkan sebagai sarana terapi pengobatan, apalagi untuk prevensi/ pencegahan stroke.

Kenyataannya, kata ahli, promosi BW luar biasa gencar di semua media sosial, media massa, elektronik dan lain-lain, sehingga di masyarakat timbul anggapan cuci otak atau BW merupakan cara baru yang patut dicoba terutama bagi penderita stroke. Saksi ahli melaporkan bahwa Dokter Terawan melakukan BW pada seorang pasien stroke perdarahan di mana pemberian heparin merupakan kontraindikasi dan kondisi pasien tidak membaik.

Metode cuci otak dinilai tidak memiliki bukti ilmiah. Prosedur BW untuk terapi dianggap melanggar aspek etik kedokteran.

3. Saksi Ahli Prof. DR. Dr. Sudigdo Sastroasmoro, Sp.A(K)

Ahli menganalisis penelitian terapi BW dari dua artikel jurnal yakni Analisis dilakukan dari tiga aspek yaitu praktik kedokteran, scientific evidence dan Health Technology Assessment Mengenai tindakan praktik kedokteran Dokter Terawan dipertanyakan apakah sudah ada Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK) dan Pedoman Praktik Klinik (PPK) untuk RS bagi pengobatan stroke Tentang Scientific Evidence terkesan factual, artikel Dokter dalam Bali Medical Journal dan Indonesian Biomedical Journal, tidak disunting dengan baik serta ditulis dalam jurnal terakreditasi B, menurut klasifikasi Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (RISTEKDIKTI) mengenai kualitas laporan, kriteria Consolidated Standard of Reporting Trials (CONSORT) tahun 2015, dinilai poor (di bawah 13), dan dari validitas studi secara metodologi dianggap cacat dengan memperhatikan aspek desain penelitian, besar sampel, cara pengambilan sampel, dan penulisan tidak memahami prinsip randomized control trial (RCT) khususnya randomisasi. Penelitian tersebut bukan true experimental namun pre-experimental study, yang sangat terancam bias karena tidak blinded (tersamar).

4. Saksi Ahli Prof. Dr. Teguh AS Ranakusuma, Sp.S(K)

Ahli menilai penelitian Dokter Terawan terkait clinical biomarker yang tidak dapat digunakan sebagai terapi/pengobatan pada pasien stroke. Oleh karena itu Prof. Dr. Teguh AS Ranakusuma, Sp.S(K) meminta kepada Dokter Terawan agar judul disertasinya yang semula menggunakan istilah BW diubah menjadi intra- arterial heparin flushing (IAHF). Bahwa tindakan diagnostik ini dapat menimbulkan efek samping berupa perdarahan mikro (micro hemorrhage) atau transitional hemorrhage yang tidak tampak dengan pencitraan radiologis. Bahwa standar pengobatan stroke iskemik sudah ada yaitu untuk stroke akut dengan trombolisis dan thrombolectomy dengan syarat tertentu.

3 Keputusan Berdasarkan Keterangan Saksi Ahli

PB IDI juga memandang ada 3 aspek untuk mendapatkan perhatian dari sidang majelis ini. Pertama aspek attitude terlapor; kedua, aspek upaya peningkatan ilmu pengetahuan & teknologi kedokteran (IPTEKDOK) terlapor; dan ketiga, aspek perilaku terlapor dalam menjalankan praktik kedokteran.

Bahwa pada aspek attitude, tentang ketidakpatuhan dipanggil MKEK untuk hadir lebih dari 3 (tiga) kali (atau menanggapi dengan niat untuk tidak mau datang) adalah bentuk pelanggaran, dan hal tersebut sangat disayangkan. Dan ada pelanggaran etik terlapor, dalam hal ini berupa melakukan promosi, mengiklankan diri, memuji diri, dan berbagai pelanggaran etik lainnya.

Editor : Nurul Adriyana Salbiah

Reporter : Marieska Harya Virdhani

Artikel ini telah dibaca 49 kali

badge-check

Penulis

Comments are closed.

Baca Lainnya

Bantuan Kemanusian dari Polda Aceh untuk Korban Banjir Lahar Dingin Tiba di Sumbar

18 May 2024 - 22:30 WIB

Penjelasan Kadis ESDM Aceh, Kajian Hidrogeologi dan Hidrometeorologi terhadap Fenomena Kekeringan Melanda Daerah Karst di Lhoknga

18 May 2024 - 22:18 WIB

Ribuan Siswa Bersihkan Sampah di Danau Lut Tawar

18 May 2024 - 22:02 WIB

Pasangan H2D Deklarasi Maju Jalur Independen

18 May 2024 - 20:25 WIB

Bertemu sejumlah Petinggi Parpol Aceh, TRK diperkirakan inisisasi Kerangka Koalisi Pilkada

18 May 2024 - 20:20 WIB

Aceh Menggugat Dunia: Ratusan Warga Bersatu dalam Aksi Bela Palestina

18 May 2024 - 14:01 WIB

Trending di UTAMA