BANDA ACEH – Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) menyambut baik pelantikan Martunis sebagai Kepala Dinas Pendidikan Aceh.
Hal itu disampaikan Sekjend ISAD, Dr. Teuku Zulkhairi melalui siaran pers, Jum’at 25 Mei 2024 di Banda Acehnb
Martunis dianggap layak menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan karena terbuka menerima masukan-masukan untuk memajukan pendidikan Aceh.
Alumnus MAN 1 Banda Aceh dan S-2 Ekonomi Publik Andrew Young School of Policy Studies – USA ini juga dikenal sebagai sosok yang komunikatif dan religius sehingga tidak heran jika sebagai birokrat ia mendapat berbagai jabatan penting sebelum kini menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Aceh.
Seperti diketahui, Martunis sebelumnya merupakan Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan Ekonomi & Sumber Daya Alam Bappeda Aceh hingga Kepala DPMPTSP Aceh. Martunis sebelumnya juga menjabat Pj Bupati Aceh Singkil yang menunjukkan kapasitasnya sebagai birokrat ulung.
“Dibawah kepemimpinan Martunis sebagai Kadis Pendidikan Aceh, kita berharap Pendidikan Aceh semakin maju dan Islami, selaras dengan amanat dari Qanun Aceh tentang Penyelenggaraan Pendidikan,” ujar Zulkhairi berharap.
Peraih gelar Doktor Pendidikan Isl di UIN Ar-Raniry ini juga mengatakan, Pendidikan Aceh harus dibangun dengan menampung aspirasi-aspirasi dan masukan berbagai kalangan masyarakat Aceh yang peduli dengan pendidikan.
Selain itu, pendidikan Aceh harus dibangun sejalan dengan amanat Qanun Aceh tentang Pendidikan yang menghendaki agar pendidikan Aceh bisa diimplementasikan secara Islami.
“Konsep pendidikan Islami yang diamanahkan oleh Qanun selama ini belum diwujudkan karena lemahnya visi para pejabat terkait yang mengurus pendidikan Aceh.
Jadi meskipun di Aceh sudah seperempat abad berlaku Syar’iat Islam, tapi pendidikan Aceh belum hadir maksimal menyukseskan penerapan Syari’at Islam dalam bidang Pendidikan. Harus kita akui, Pendidikan di Aceh masih Vis a Vis dengan Syari’at Islam,” terang Teuku Zulkhairi.
Sebagai bukti, kata Zulkhairi menambahkan, melihat amanat Qanun Aceh tentang pendidikan, disebutkan bahwa kurikulum pendidikan di Aceh harus dilaksanakan secara Islami.
Artinya, baik buku materi ajar di semua mata pelajaran di sekolah semua tingkatannya, proses pembelajaran hingga proses evaluasinya harus dilakukan secara Islami. Begitu juga dengan penyiapan guru yang betul-betul memahami konsep pendidikan Islami. Semua ini adalah amanah Qanun yang semestinya mendapat perhatian maksimal dari pejabat terkait yang mengurus pendidikan Aceh.
Tapi buku-buku materi ajar kita di sekolah saat ini, jangankan kita berharap memua mata pelajaran terintegrasi nilai-nilai Islam di dalamnya, malahan mata pelajaran agama saja sangat sedikit diajarkan kepada anak-anak Aceh di sekolah baik SD, SMP hingga SMA.
“Sebagai contoh saya katakan, saat ini Syar’iat Islam di Aceh sudah hampir 25 tahun dilaksanakan, tapi apakah materi-materi tentang Syari’at Islam ada dimasukkan dalam buku agama yang diajarkan kepada anak-anak Aceh di sekolah mereka m, jawabannya adalah tidak ada.
Maka tidak heran anak-anak Aceh tidak akan paham tentang Syari’at Islam di Aceh walaupun faktanya Syari’at Islam sudah menjadi hukum legal formal di Aceh,” tegas Zulkhairi menerangkan.
Begitu juga buku sejarah misalnya. Juga tidak memuat materi-materi tentang sejarah Aceh secara cukup. Padahal Aceh dulu adalah mercusuar peradaban Islam di Asia Tenggara. Tapi sekarang sejarah cemerlang itu tidak diajarkan secara cukup kepada anak-anak Aceh di sekolah-sekolah di Aceh karena buku materi ajar yang diajarkan kepada anak-anak Aceh adalah produk luar yang tidak ditulis khusus untuk memenuhi kebutuhan Aceh.
Begitu juga, tambah Zulkhairi lagi, kebutuhan fardhu ‘ain dan fardhu kifayah anak-anak Aceh juga gagal terpenuhi dengan mereka belajar di sekolah. Maka tidak heran jika tiap tahun kita menyaksikan kelulusan dari sekolah oleh anak-anak Aceh dirayakan dengan urak-urakan yang jauh dengan semangat Islam dan nilai-nilai kearifan lokal Aceh.
Sebab memang anak-anak Aceh di sekolah mereka tidak dididik ke arah itu. Kebutuhan mereka terhadap Fardhu ‘ain dan fardhu kifayah tidak terpenuhi.
“Dalam konteks inilah kita berharap Dinas Pendidikan Aceh dibawah kepemimpinan bang Martunis m dapat berbenah. Tidak melihat keberhasilan pendidikan Aceh hanya pada angka-angka kelulusan, angka diterima di PT terkenal dan statistik lainnya. Tapi kita harus serius memperhatikan keadaan generasi kita yang sedanh berada di ambang kehancuran,” harap Zulkhairi.(drh)