RAKYATACEH I MEULABOH – Kepala Desa Balee, Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat kecewa dengan bahasa terkesan provokatif dari seorang pejabat Asisten Pemerintahan Mirsal yang menyatakan ada ‘keegoisan masyarakat ring satu’ tambang PT. Mifa Bersaudara menghalangi warga lain di Aceh untuk bekerja pada perusahaan batubara tersebut.
“Itu bahasa yang sangat provokasi, seolah-olah kami warga ring satu menghambat warga Aceh keseluruhan untuk masuk bekerja kesini, tidak pernah itu. Yang sangat disayangkan bahasa sentimen demikian diucapkan seorang pejabat Pemerintahan Aceh Barat, yakni seorang Asisten Pemerintahan Mirsal melalui media online,” ucap Malek Ridwan, Meulaboh Selasa (5/12/2023).
Ia menduga framing demikian sengaja dibentuk penguasa (orang berduit), usai perangkat desa ring satu mendatangi PT Antareja Mahada Makmur (AMM) merupakan perusahaan pengganti kontrak penambangan PT CK yang mulai tarik diri dari Aceh Barat pada Desember 2023 ini.
“Kami perangkat desa ring satu datang ke PT AMM menanyakan mengapa warga lokal terkesan dipersulit masuk sebagai pekerja, dengan alasan tidak lulus tes kesehatan. Padahal mereka telah memiliki pengalaman pekerjaan menambang telah delapan tahun bersama PT. CK,” ujar Malek.
Perangkat desa yang mendatangi PT AMM, diantaranya Geucik Pucuk Reudep ZulBayri, Geucik Reudep Hasyem Zauhari, Ketua Tuha Peut Sumber Batu Zainal, Ketua Pemuda Reudep, Ketua Pemuda Pucok Reudep, Ketua Pemuda Balee, Ketua Pemuda Desa Sumber Batu, dan Geucik Balee Malek Ridwan.
“Kami berkunjung ke perusahaan tambang mulai Selasa 21 November 2023, hasil cek lapangan, dari sekitar 200 an pekerja PT AMM yang dikontrak hanya lima orang yang tercatat warga Aceh, selebihnya orang luar Aceh semuanya,” beber Malek
Perangkat desa ring satu mengharapkan Asisten Pemerintahan Aceh Barat dan anggota DPRK dapat turun ke lapangan untuk mengecek secara rill di lapangan tentang perekrutan tenaga kerja PT.AMM dan jangan hanya berbicara tanpa didukung data dan fakta rill kondisi lapangan.
“Perekrutan tenaga kerja, PT AMM harus mengikuti kearifan lokal lah, seperti pemenuhan pekerja 70 persen berasal dari lokal Aceh dan 30 persen bisa didatangkan dari luar Aceh, jangan dengan alasan ‘standar perusahaan’ hingga terkesan mempersulit masyarakat Aceh untuk memperoleh pekerjaan di daerah sendiri,” faktanya.(den)